Jumat, 25 Juni 2010

Pemuda yang berperan dalam segi materi

Dalam setiap zaman, seseorang selalu menanyakan apa yang disebut sebagai “waktu” itu. Padahal “waktu” itu sangat dekat dengan kehidupan kita dan setiap orang pasti mengenal apa dan bagaimana “waktu” itu berada. Seiring dengan berjalannya waktu, dunia mengalami perubahan dalam berbagai hal. Seperti perubahan dalam perkembangan ilmu pengetahuan, kemajuan teknologi informasi, dan berbagai bidang kehidupan yang lain. Hal ini disadari atau tidak mengantar kita pada suatu zaman dimana keberadaan manusia berada pada titik kritis yang cenderung menyempitkan pilihan manusia untuk memimpin, menjadi pengikut atau menyingkir dari setiap perubahan yang terjadi. Menjadi pemimpin berarti menjadi pelopor sebuah kemajuan dalam perubahan ke arah yang lebih baik atau menjadi pengikut yang setia mengekor ke sana-kemari tanpa tujuan yang jelas bahkan tanpa tujuan atau pula menyingkir (meluputkan diri) dari perubahan yang terjadi di dunia saat ini.

Pemuda berada di tengah kondisi dunia yang senantiasa berubah. Perubahan di dalam cara pandang, gaya hidup, dan berbagai sistem sosial yang sudah melembaga di penjuru dunia. Dari segi cara pandang, zaman ini lebih melihat kehebatan teknologi-informasi dan pengetahuan sebagai “dewa” yang mampu membuat hidup manusia menjadi lebih baik dan indah. Manusia memuja teknologi sebagai hasil karyanya dan menyampingkan Tuhan yang meletakkan pengetahuan di dalam pikiran manusia. Ketika seorang astonot berhasil mendaratkan diri di bulan, tentu yang pertama mendapat pujian dan rasa kagum adalah si pembuat teknologi pesawat ulang-alik yang bisa mendaratkan sang astronot sampai ke bulan dan si astronot itu sendiri atas keberaniannya pergi ke bulan, sedangkan Tuhan dilupakan begitu saja. Manusia memuja dirinya sendiri! Dari teosentris menjadi antroposentris.

Dalam hal gaya hidup, manusia tentu mengenal berbagai pola relasi dengan berbagai bentuk kehidupan sosial yang cenderung mengarah pada satu kebiasaan atau simbol yang menjadi pusat perhatian gaya hidup itu sendiri. Misalnya, gaya hidup hedonistik. Gaya hidup yang mementingkan kesenangan dan kenikmatan sebagai hal yang utama di dalam kehidupan. Simbolnya adalah kenikmatan dan kesenangan. Kebiasaannya adalah menebar kesenangan dan kenikmatan itu dengan melarikan diri ke tempat-tempat yang mampu memberi kepuasan dan kesenangan itu sendiri. Di sisi lain, ada pula orang-orang yang mengagungkan perihal materi. Pada pihak ini, materi adalah segalanya yang mampu memberikan jaminan atas keberlangsungan hidup tanpa perlu mengkhawatirkan sesuatu hal apapun dalam hidup ini. Yang dicari adalah materi dan yang menjadi tumpuan adalah harta, maka terbentuklah kaum borjuis-jetzet yang gemar mengumbar kekuasaan materi sebagai modal dan senjata untuk menaklukan manusia yang lain.

Bila melirik pada keadaan politik, sosial dan ekonomi bergandengan dengan perubahan iptek, maka bisa dikatakan bahwa keduanya memberikan simbiosis mutualisme yang saling menguntungkan. Politik seringkali dikawinkan dengan agama yang pada akhirnya secara membabi-buta membuat keputusan-keputusan kontroversial yang berkontradiksi dengan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan. Dalam bidang sosial, keberpihakan terhadap kaum kapitalis dan borjuis oleh sebuah pemerintahan telah menghasilkan kepemimpinan yang korup dan menyengsarakan rakyat jelata. Dan dalam hal ekonomi, semua pihak memiliki kepentingannya sendiri untuk meraup keuntungan sebanyak-banyaknya berhubungan dengan keadaan yang terjadi. Sistem pemerataan ekonomi yang mengandalkan jatunya remah-remah roti kemakmuran dari pusat menuju daerah hanya akan menambah jumlah orang-orang miskin di dunia. Keadaan akan semakin sukar untuk mengangkat derajat hidup kaum marginal.

Itulah kondisi dunia yang saat ini sedang berkembang. Waktu terus berjalan dengan segala perubahan yang terjadi silih berganti mendorong setiap orang menentukan pilihan kehidupannya. Ke manakah zaman ini akan bergerak? Dan bagaimana peranan kaum muda di dalam zaman ini?



Pemuda dan Zaman ini : Krisis Identitas

Penulis tidak bisa menyembunyikan sikap bahwa saat ini bukan saja terjadi krisis zaman, tetapi juga krisis identitas yang melanda para pemuda di abad ini. Mungkin kita sering mendengar merek dagang berbagai pakaian, tas, sepatu, parfum dan lainnya yang notabene buatan Amrik atau negara maju yang lain dijual di dalam negeri dengan harga yang cukup terjangkau, namun ternyata buatan dalam negeri sendiri. Pertanyaannya adalah mengapa bila buatan dalam negeri sendiri, menggunakan merek dagang luar negeri? Apakah kita tidak pe-de bila menggunakan merek buatan kita sendiri? Atau jangan-jangan rasa nasionalisme kita telah luntur tergantikan dengan gengsi yang seringkali lebih berharga daripada harga diri sendiri! Wah, nampaknya itulah yang terjadi saat ini. Ketidakpercayaan pada diri sendiri ditambah dengan kekaguman yang berlebihan terhadap “barang” milik orang lain, jelas akan menambah daftar panjang krisis identitas yang sedang dialami bangsa ini.

Bila melihat permasalahan lebih luas, mari kita simak kiprah negara-negara dunia ketiga saat ini. Kegerakan bukan lagi timbul dari negara-negara super power macam Amerika dan Rusia, tetapi telah muncul dari ranah Asia seperti Iran, Cina, India, dan Korea. Negara-negara ini ingin menunjukkan kepada dunia bahwa mereka tidak lagi berada di bawah ketiak negara super power yang hanya menjadikan mereka sebagai boneka mainan yang mudah dikendalikan semaunya, namun telah bangkit dengan ideologi dan semangat kemajuan yang tinggi untuk mengatasi krisis identitas dan juga krisis zaman yang menerpa keberlangsungan hidup negara dunia ketiga. Mereka bangkit dengan pengenalan akan jati diri mereka sendiri! Bukan jati diri bangsa lain, bukan semangatnya negeri lain, tetapi dengan berdiri di atas kaki sendiri, seperti kata Bung Karno. Mereka bangkit mengatasi krisis dengan mengerahkan seluruh daya yang dimiliki, dan ketika mereka melakukan perubahan itu, mereka melakukannya dengan kesungguhan hati!



Pemuda dan Zaman ini : Menang dalam Zaman yang Kritis

Jikalau seseorang bertanya bagaimana pemuda bisa memberikan jawaban atas krisis zaman yang menerpa hampir sebagian besar kehidupan di dunia ini, maka tidaklah cukup satu ton teori untuk menjelaskannya, tetapi cukuplah satu ons tindakan untuk memulai sebuah perubahan dan merajut jalan kemenangan atas zaman yang kritis. Pemuda memang diberkahi dengan idealisme yang tinggi, cita-cita luhur nan mulia, dan semangat juang yang berkobar, namun tanpa adanya tindakan konkrit untuk menantang zaman ini, maka mustahil kita memiliki kekuatan untuk menang atas zaman yang kritis ini. Selayaknya kita memperhatikan beberapa hal yang dapat menjadi senjata bagi para pemuda, khususnya pemuda-pemuda Kristen yang belajar untuk mengokohkan keyakinannya di tengah zaman yang kritis.

1. Menegaskan Identitas Diri

Setiap pemuda yang berjuang untuk melakukan sebuah perubahan, dan menang atas zaman ini, hendaknya terlebih dahulu menegakkan identitas dirinya. Ya, identitas sebagai anak-anak Allah yang tidak hanya berjuang untuk memajukan pemberitaan Injil, membawa banyak orang datang kepada Kristus, tetapi juga memiliki sikap perjuangan yang sama ketika bergerak menantang zaman, berani mendobrak kemapanan dan melakukan perubahan. Zaman yang kritis dan sedang dalam krisis ini, telah nyaman dan mapan dengan sebagian besar pandangan telah diracuni oleh semangat kapitalisme yang di-gincu oleh kebebasan berekspresi seolah-olah semua orang boleh bertindak semau gue yang berakibat pada pudarnya kesejatian jati diri dan berujung pada upaya mengadopsi cara pandang dunia yang terlanjur rusak karena telah dikuasai oleh idealisme-idealisme pragmatis yang hanya menonjolkan sikap easy going dan pada akhirnya membawa orang ikut-ikutan arus tanpa tahu mana yang baik dan yang buruk. Gejala yang ditimbulkan sungguh mengejutkan. Setiap orang diajak untuk memiliki semangat, sikap, cara pandang dan perilaku seperti kebanyakan orang di belahan bumi lain, untuk kemudian dibius dengan berbagai identitas baru yang seolah-olah orang tersebut sebelumnya tidak memiliki identitas apa-apa. Orang Kristen pun terperangkap dalam hal ini! Mereka seakan meyakini ada sesuatu hal yang kurang bila tidak meniru si dia, si anu atau siapapun yang terkenal, tenar dan memukau banyak pihak. Mulai dari pakaiannya, asesoris yang dipakai, mobil bawaannya, dan seterusnya, semuanya (kalau bisa) juga bisa menjadi miliki saya! Standarnya telah bergeser, bukan lagi manusia mengerti dan memahami tuntutan Allah di tengah-tengah dunia ini, tetapi manusia telah menjadi standar bagi dirinya sendiri dan orang lain. Akibatnya, manusia seakan menerima standar ganda, yang berujung pada pudarnya identitas diri sebagai orang-orang tebusan Allah yang telah diperbarui hidupnya, dan berubah menjadi serupa dengan dunia ini. Identitas diri yang “baru” di dalam Kristus itu perlahan menjadi pudar dan ditutupi dengan berbagai macam identitas dunia yang kesemuannya adalah buatan manusia belaka, yang penuh manipulasi dan tipu daya demi mendapatkan pengikut dan menjerumuskannya pada kehancuran! Sehingga dengan demikian, perlulah kita kembali mengoreksi diri kita sendiri, bagaimana kita selama ini memahami identitas diri kita sebagai anak-anak Allah yang berada di tengah-tengah dunia. Apakah utusan sebagai domba di tengah serigala telah berubah menjadi serigala berbulu domba yang seolah-olah halus diluarannya, tetapi sesungguhnya sama seperti serigala yang ada di tengah-tengah dunia?



2. Menegaskan Kualitas Iman dan Hidup

Kualitas keimanan kita bukan diukur dari seberapa banyak kita rajin ke gereja, banyaknya aktivitas bergereja yang kita lakukan, tetapi bagaimana iman kita dapat mendasari kehidupan kita sebagai apa yang kita yakini, itulah yang kita lakukan. Sehingga pada intinya, iman dan perbuatan kita seiring selaras. Bukan perbuatan yang berkontradiksi dengan iman, tetapi kita melakukan sesuatu berdasarkan kebenaran keyakinan iman kita. Itulah yang mendasari hidup keimanan kita kepada Allah. Hidup keimanan yang demikian akan menghantar manusia kepada satu pengenalan yang benar akan Allah, dan pada gilirannya menuntun setiap orang percaya untuk menyadari betapa lemah dirinya tanpa pertolongan dan penyertaan Allah dalam mengarungi kehidupan imannya.

Di tengah himpitan krisis, dan terpaan berbagai nilai-nilai zaman yang merasuki pikiran manusia secara bertubi-tubi, patutlah kita bertanya, apa yang dapat membuat kita bertahan di dalam semuanya itu? Kalaupun kita mengatakan bahwa standar nilai moral yang kita yakini selama ini, ideologi-ideologi, aturan-aturan sosial, batas-batas kebebasan, tanggung jawab moral dalam kemanusiaan, atau pula keberpihakan terhadap kaum marginal, dan berbagai klaim humanis yang melindungi segenap manusia di muka bumi ini, sekali lagi pertanyaannya adalah: apakah semuanya itu memampukan kita bertahan di tengah terpaan zaman yang kritis dan begitu kerasnya ini? Bukankah semua hal itu telah menemukan kekalahannya oleh sebab akar dari semua kerusakan yang terjadi adalah karena manusia lebih senang (cenderung) untuk mengangkat dirinya sebagai pihak yang paling berkuasa di muka bumi ini dengan mengabaikan Allah yang menciptakan bumi dan segala isinya termasuk manusia sendiri?

Menegaskan kualitas iman dan hidup kita di hadapan Allah dan sesama menunjukkan diri kita sebagai gambar dan rupa Allah yang memahami dengan benar, kehendak dan kedaulatan-Nya, maka kita berada pada tempat yang tepat untuk menunaikan tugas dan tanggung jawab kita sebagai bagian dari pihak-pihak yang berkehendak baik untuk memberikan jawab terhadap krisis yang melanda zaman ini. Bukankah sudah sering kita dengar bahwa keberadaan kita sebagai umat percaya perlu memberikan arti pada tempat di mana kita berada. Sebagai kaum muda, misalnya, kita harus menunjukkan kualitas kehidupan iman kita yang sesungguhnya. Bukan suam-suam kuku alias ragu-ragu. Bukan pula setengah-setengah, asal mau, asal jadi, tetapi kehidupan iman yang sungguh-sungguh dibangun dalam relasi yang intim dengan Allah. Barulah kita sebagai kaum muda siap untuk memberi jawab atas krisis yang melanda zaman ini. Maka mulailah segala perjuangan kita dengan Allah! Begin with God.



3. Menegaskan Niat Mempermuliakan Allah.

Langkah pertama untuk memulai sesuatu adalah memiliki sebuah keinginan atau niat untuk mencapai sebuah tujuan akhir. Apa tujuan akhir kita di dalam memperjuangkan hidup ini? Hal yang tidak mungkin dapat disangkali adalah bahwa dengan melakukan semua hal yang kita bisa, maka orang lain akan memberikan pujian, sanjungan dan lainnya kepada kita sebagai tanda bahwa kita adalah orang yang hebat, seolah-olah sosok yang sangat penting bahkan genting bagi zaman ini. Namun, bila semuanya diarahkan pada manusia, bukankah seringkali membawa manusia pada kejatuhannya dengan melupakan Allah. Jikalau kita mau mengakui dengan jujur, bahwa hanya Allah sajalah yang layak menerima hormat dan pujian dari seluruh penjuru muka bumi ini.

Jikalau kita berani mengatakan di dalam diri kita bahwa hanya Allah saja yang kita senangkan, yang kita sembah, yang kita puja, dan kita memuliakannya, maka tujuan kita yang utama telah jelas bahwa hidup kita hanya untuk memuliakan Allah. Dan hal ini berarti bahwa kita harus bersiap untuk terpisah dari pihak-pihak yang melawan Allah, dan lebih mendukung para pembesar, orang-orang kuat, dan para raja kecil yang berusaha menyaingi Allah. Maka dari sini, kita menerima sebuah kabar baik bahwa kehidupan kita untuk menyenangkan Allah adalah jauh lebih baik daripada kita menyerahkan diri kita kepada orang-orang yang melawan Allah.



Sebagai penutup rangkaian tulis ini, marilah sejenak kita merenungkan kembali apa yang diungkapkan rasul Paulus kepada jemaat di Filipi :

“Supaya kamu tiada beraib dan tidak bernoda, sebagai anak-anak Allah yang tidak bercela di tengah-tengah angkatan yang bengkok hatinya dan yang sesat ini, sehingga kamu bercahaya di antara mereka seperti bintang-bintang di dunia” (Filipi 2:15)

Comments :

0 komentar to “Pemuda yang berperan dalam segi materi”